MANAJEMEN STRATEGI
DALAM BHARATA YUDHA
Memenangkan tanpa
Mengalahkan
Oleh :
SUDARMAWAN JUWONO
Mengikat Loyalitas
Adipati Karna raja Awangga dikenal sebagai panglima dan pejuang yang
sangat tangguh yang dimiliki kubu Astina. Kehadirannya di medan
perang sangat ditakuti Pandawa karena terbukti mampu mengimbangi
kemampuan Arjuna. Alasan utama Karna mengabdikan diri dan setia pada
Duryudana adalah karena Kurawa telah memberikan penghormatan yang
tidak diperoleh dari orang lain termasuk ibunya sendiri. Kehormatan
apa yang diberikan Duryudana pada Karna. Penghormatan yang diberikan
antara lain : (1) Status sebagai seorang satria, (2) Pengakuan
mengenai kemampuannya menggunakan senjata, (3) Kepercayaan dengan
memberi kedudukan sebagai raja. Penghargaan tersebut bertepatan
dengan kebutuhan dirinya mencari jati diri. Bila hal tersebut tidak
dilakukan Duryudana maka Kurawa tidak akan memperoleh senapati yang
unggul.
Rahasia Memikat Adipati Karna
Kita bisa membandingkan dengan kisah Sumantri yang kemudian diangkat
menjadi Patih Suwanda dalam kisah Arjuna Sasrabahu. Sumantri sangat
menginginkan mengabdi pada Prabu Arjuna Sasrabahu. Setelah diangkat
menjadi Patih Maespati, maka Sumantri menjadi seorang yang sangat
loyal terhadap negara. Ketika negara ini diserbu musuh dari Alengka,
sementara sang raja sedang berhalangan maka Sumantri tidak ragu-ragu
mempertahankan kedaulatan Maespati sampai gugur.
Kisah ini serupa dengan Alibasah Sentot Prawirodirjo yang baru
berusia 18 tahun ketika bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro.
Kemampuan Sentot ini sangat mengagumkan bahkan nyaris tidak
terkalahkan sangat mendukung gerak pasukan Diponegoro. Apa yang
menyebabkan Sentot menjadi sangat loyal di antaranya adalah
kepercayaan yang diberikan pada dirinya oleh Pangeran Diponegoro.
Sang pemimpin tidak ragu-ragu memberikan kepercayaan serta wewenang
untuk pada Sentot yang masih muda untuk memimpin pasukan. Darah muda
Sentot terpanggil untuk berprestasi serta mendapatkan kepercayaan
yang lebih tinggi sehingga dirinya harus berprestasi lebih baik.
Sebaliknya ancaman tidak berbuah efektif, kisah
Adipati Ukur yang diperintahkan oleh Sultan Agung memerangi
orang-orang Belanda di Batavia adalah contoh yang tepat. Penguasa
Priangan ini menjalankan tugas menyerang kubu Belanda secara gigih
namun kekurangan senjata serta keunggulan pasukan musuh menyebabkan
kegagalan. Adipati Ukur yang mengalami kegagalan menghadapi kenyataan
bahwa dirinya dapat dihukum mati karena kegagalannya sehingga
memutuskan untuk melakukan pembelotan. Pendekatan ancaman yang
digunakan Mataram tidak tepat karena memperlakukan bawahan sebagai
obyek belaka. Pendekatan manajemen dengan konsep reward
and punishment sudah tidak relevan
lagi. Seharusnya manajemen menggunakan cara Duryudana menaklukkan
Adipati Karna yaitu memberi kepercayaan dan tanggung jawab.
Strategi memberikan reward
pada orang yang tepat dan saat yang tepat akan
memacu mereka untuk berkarya lebih baik. Sebaliknya kisah ini juga
menunjukkan bahwa Pandawa tidak bisa memanfaatkan momentum tersebut
untuk menarik hati Karna. Kelak sekalipun Kresna bahkan Dewi Kunti
ibunya sendiri membujuk dirinya untuk bergabung dengan Pandawa,
tawaran tersebut ditolak dengan tegas. Baginya kesetiaan pada Astina
adalah tidak ada duanya. Keberhasilan Duryudana memikat Karna
menunjukkan bahwa seorang dapat dibujuk adanya kehormatan. Duryudana
adalah seorang yang mampu membaca situasi tersebut.
Salah satu kesalahan serius hubungan antar manusia
adalah ketidakmampuan memberikan penghormatan dan penghargaan.
Ketidakmampuan ini memperlemah hakikat pengelolaan sumber daya
manusia. Tidak jarang para pemimpin yang buruk mampu mempertahankan
kekuasaannya karena kemampuan mengelola sumber daya yang handal.
Perusahaan-perusahaan yang menghendaki kemajuan harus smart
dalam memberikan perhatian sehingga sumber daya yang dibutuhkan tidak
lepas.
Mengikat Loyalitas SDM
Para pemimpin perusahaan sering menggunakan strategi ini untuk
memikat SDM yang potensial. Sesungguhnya customer pertama dalam
perusahaan tersebut bukanlah para pemakai jasa atau produk melainkan
para pegawai. Bilamana perusahaan menghargai para pemakai jasa maka
mereka sebenarnya terlebih dahulu menghargai ” para pembuat jasa
atau produk ” tersebut. Strategi ini telah berkembang menjadi etika
bisnis untuk menghargai SDM. Tentu saja tidak cukup dengan memberikan
gaji yang tinggi namun juga kepercayaan yang tinggi. Perusahaan yang
menerapkan gaji rendah tidak akan mengalami ketahanan dalam jangka
panjang.
Bagi SDM yang berpikiran jauh, jabatan, penghasilan atau fasilitas
yang cukup tidak mampu menghentikannya berpetualang ke perusahaan
lain. Jiwa petualang akan mendorongnya untuk mencoba di lingkungan
lain. Hal ini terkadang akan menyusahkan perusahaan asalnya. Namun
ada pula perusahaan yang memang tidak terlalu berminat untuk mengikat
karena berpandangan selalu ada pasokan baru yang segar. Hal ini
menjadikan perusahaan tersebut semacam Citibank atau Bank Niaga
sebagai ” sekolah ” para manajer, alumni dari
perusahaan-perusahaan ini akan mendapat posisi baik di tempat lain.
Strategi ini tidak boleh membuat kita terperangkap dalam pemilihan
sekutu yang buruk. Strategi ini tidak berlaku pada sekutu-sekutu yang
berkhianat. Namun jangan sampai sekutu yang baik ini mengalami
kekecewaan karena apa yang diharapkan tidak tercapai. Fukuyama
menjelaskan ukuran kepercayaan sebagai salah satu indikator modal
sosial dalam ketahanan suatu negara.