Siapa
tidak mengenal RA Kosasih pada tahun 1970-1980-an, serangkaian komik
wayang yang diproduksi oleh penerbit Maranatha jl Ciaetul Bandung.
Berbeda dengan komik komik super hero Indonesia yang saat itu merajai
industri komik, banyak para orang tua yang menganggap tidak mendidik.
Namun komik wayang lebih dapat diterima. Kebanyakan
komik-komik wayang ini menggunakan setting Sunda ( punakawan Cepot dan
Dawala) namun para pembaca berlatar belakang budaya Jawa juga masih
menerima. Sekalipun demikian jarang sekali ada sekolah yang
mempertimbangkan keberadaan komik wayang tersebut sebagai koleksinya.
Pendek kata, komik adalah tetap komik, komik bukan buku atau bukan
referensi sehingga tidak pantas untuk dipajang di perpustakaan. Gejala
tersebut dapat dilihat pada majalah majalah lokal jarang yang menerima
kehadiran komik wayang. Cerita wayang oke tapi komik wayang no. Komik
wayang berada pada jalur marjinal tapi ada.
Hingga kemudian, industri komik menyurut. Bahkan pada tahun 1980-1985, ada majalah komik Eppo sepenuhnya adalah komik asing. Hingga kemudian komik komik mancanegara menguasai sepenuhnya industri komik Indonesia. Pada tahun 1990-2002. wayang kembali diterbitkan oleh penerbit besar namun dalam format kecil dan gambar yang sudah diolah lagi. Hasilnya jelas tidak memuaskan tapi lebih baik daripada tidak ada. Wayang semakin marjinal, sehingga para “ nostagilalis “ harus puas dengan memfotocopy komik komik tersebut.
Buku ini menyoroti keberadaan komik wayang sebagai bagian dari dinamika budaya Indonesia di tengah tengah pergulatan dengan kebudayaan lain. Isu-isu keagungan budaya bangsa Indonesia terutama “ wayang “ yang telah dijadikan “ Budaya Internasional “ menjadi lebih menarik. Selama ini komik wayang yang diproduksi oleh komikus Sunda dianggap merupakan budaya Sunda tapi hasil penelitian yang dilakukan tim penulis ternyata komik wayang tersebut merupakan hasil pergulatan Sunda-Jawa.
Hingga kemudian, industri komik menyurut. Bahkan pada tahun 1980-1985, ada majalah komik Eppo sepenuhnya adalah komik asing. Hingga kemudian komik komik mancanegara menguasai sepenuhnya industri komik Indonesia. Pada tahun 1990-2002. wayang kembali diterbitkan oleh penerbit besar namun dalam format kecil dan gambar yang sudah diolah lagi. Hasilnya jelas tidak memuaskan tapi lebih baik daripada tidak ada. Wayang semakin marjinal, sehingga para “ nostagilalis “ harus puas dengan memfotocopy komik komik tersebut.
Buku ini menyoroti keberadaan komik wayang sebagai bagian dari dinamika budaya Indonesia di tengah tengah pergulatan dengan kebudayaan lain. Isu-isu keagungan budaya bangsa Indonesia terutama “ wayang “ yang telah dijadikan “ Budaya Internasional “ menjadi lebih menarik. Selama ini komik wayang yang diproduksi oleh komikus Sunda dianggap merupakan budaya Sunda tapi hasil penelitian yang dilakukan tim penulis ternyata komik wayang tersebut merupakan hasil pergulatan Sunda-Jawa.