MANAJEMEN STRATEGI
DALAM BHARATA YUDHA
Memenangkan Tanpa
Mengalahkan
Oleh :
SUDARMAWAN JUWONO
Formasi Pasukan
Strategi Lainnya : Kearifan Strategi Dalam Bharatayudha
Dalam peperangan diperlukan
gerakan pasukan yang teratur dan memiliki tujuan serta pola yang
jelas. Gerak pasukan yang terkendali disebut sebagai manuver. Pada
masa itu para pemimpin perang telah mengenal berbagai siasat atau
manuver pasukan. Ada beberapa siasat perang yang digunakan antara
lain :
-
Wukir Jaladri : Samudera Gunung
Pada peperangan hari pertama
pasukan Kurawa dipimpin Resi Bhisma menggunakan formasi Wukir
Jaladri. Formasi Wukir Jaladri atau samudera gunung-gunung adalah
formasi yang menggerakkan pasukan laksana lautan gunung.
Gunung-gunung sebagai pilar-pilarnya bergerak membanjiri medan
pertempuran menghadang lawan. Siasat ini memang sangat tepat
digunakan oleh Kurawa yang memiliki pasukan lebih besar. Pada perang
hari pertama, ditujukan untuk menggentarkan moral pasukan musuh yang
berjumlah lebih kecil. Cara-cara menakuti lawan dengan mengerahkan
seluruh sumber daya dan bersikap frontal. Para pemimpin Astina
mengharapkan pasukan Pandawa akan gentar serta salah tingkah. Mereka
mengharapkan dapat memastikan kemenangan.
Karakter formasi ini adalah
pameran pasukan yang besar atau sumber daya yang melimpah,
pertarungan frontal dan terbuka. Bagi pihak yang memiliki pasukan dan
sumber daya besar, tindakan untuk langsung menyerbu pasukan akan
memberi pelajaran pada pihak yang lebih kecil serta memancing reaksi
mereka. Namun jangan salah menerapkan menerapkan siasat ini untuk
kondisi pasukan yang lebih sedikit karena sama dengan bunuh diri.
Dahulu pada tahun 1950-an
ketika terjadi perang Korea, pasukan Amerika Serikat menghadapi apa
yang disebut strategi gelombang manusia dari tentara pembebasan Cina
(Republik Rakyat Cina). Cina pada masa itu mengandalkan jumlah
pasukan yang besar untuk melawan pasukan lawan yang relatif lebih
besar.
-
Supit Urang atau Makarabyuha
Formasi perang Supit Urang
digunakan Pandawa sebagai gelar perang yang mengutamakan kecepatan
mobilitas pasukan. Siasat ” supit udang ” adalah siasat perang
yang menewaskan Abimanyu. Saat itu Abimanyu sebagai sungut yang
seharusnya tidak bergerak terlampau jauh. Sebagai sepit bagian kanan
adalah Drestajumena dan Gatotkaca sepit kiri. Setyaki sebagai mulut
udang dan Puntadewa sebagai kepala.
-
Garuda Yaksa
Formasi Garuda Yaksa
atau burung Garuda Melayang adalah strategi menggerakkan pasukan yang
memiliki mobilitas tinggi. Pada suatu ketika Pandawa mengatur
pasukannya dengan menggunakan siasat Garuda Yaksa atau Burung Garuda
Melayang. Sebagai paruh adalah Arjuna sebagai senapati. Di belakang
kepala kedudukan Prabu Drupada. Bagian sayap kanan adalah
Drestajumena dan bagian kiri adalah Werkodara. Bagian tengkuk Prabu
Yudistira. Sedangkan bagian belakang adalah Arya Setyaki.
-
Bajrabyuha atau Brajalinungid
Formasi Brajalinungid atau
Wajrabyuha atau dalam bahasa Sansekerta adalah formasi jarum. Braja
Linungid adalah formasi yang berbentuk tombak. Formasi ini digunakan
untuk menggempur formasi pasukan yang lebih besar dan bergerak cepat.
Formasi ini pertama kali digunakan Pandawa pada hari pertama untuk
menandingi formasi Wukir Jaladri atau samudera gunung-gunung.
-
Formasi Wulan Tumanggal
Formasi perang Wulan
Tumanggal ini menggambarkan bulan sabit. Gerak pasukan dalam siasat
peran ini mengarahkan pada pengepungan musuh. Mobilitas pasukan
terletak pada kedua ujung lancipnya yang siap menghimpit kekuatan
musuh yang menyerang. Dalam perang hari ketiga, formasi bulan sabit
ini digunakan Pandawa dalam menghadapi formasi Garuda Yaksa yang
dikendalikan oleh Resi Bhisma. Formasi ini selintas mirip dengan
Garuda Yaksa karena dua ujungnya bertemu. Perbedaannya formasi bulan
sabit bersifat menjepit dan banyak bersifat aktif.
-
Formasi Dirada Meta
Formasi perang
Dirada-Meta adalah gelar perang yang sangat menakutkan. Dirada Meta
adalah gajah yang sedang marah. Siasat perang yang digunakan Kurawa
saat menghadapi Pandawa. Prabu Duryudana berada di tengah didampingi
Jayadrata. Adipati Karna dan Kurawa sebagai gading. Pandita Durna
sebagai kepala sedangkan Prabu Bogadenta menjadi belalai. Dalam
siasat ini kekuatan Kurawa tidak terkalahkan.
-
Formasi Gilingan Rata atau Cakra Byuha
Formasi Gilingan Rata
adalah gelar perang yang dilakukan oleh Kurawa dengan mengandalkan
kekuatan pasukan yang besar. Kurawa menggunakan siasat ini saat
dipimpin oleh Prabu Salya. Siasat perang ini mengandalkan kecepatan
gerak dan pengerahan pasukan secara besar-besaran. Peperangan ini
mengandalkan kekuatan perang yang besar untuk menggilas musuh yang
jauh lebih kecil.
Penggunaan siasat tidak
menjamin pihak yang menggunakannya unggul dalam pertempuran namun
sesungguhnya terletak pada pola pergerakan pasukan. Jenis jenis
pasukan yang digunakan masing masing pihak beraneka ragam. Pasukan
berkuda memiliki keandalan untuk bergerak. Pasukan gajah adalah
pasukan untuk menyerbu dan menabrak pasukan berkuda maupun infanteri
berjalan kaki. Keberadaan gajah laksana benteng yang kukuh tidak
mampu tertembus oleh serangan infanteri maupun kaveleri berkuda.
Sedangkan pasukan infanteri merupakan perintis yang melanjutkan
peperangan setelah didahului pasukan kaveleri. Penamaan formasi
sendiri didasarkan bentuknya yang mengambil ciri dari unsur-unsur
alam. Ada beberapa formasi perang yang dipakai oleh Pandawa maupun
Kurawa. Pertimbangan dalam memilih formasi perang adalah : (a)
Jumlah pasukan, (b) Mobilitas pasukan, (c) Strategi lawan. Pada
peperangan Bharata Yudha baik kedua pasukan menggunakan formasi
perang yang berbeda-beda menyesuaikan strategi lawan. Manajemen
dimaksudkan mengatur posisi atau kedudukan sehingga dapat memperoleh
koordinat tepat guna menyerang lawan.
Penggunaan Berbagai
Strategi
-
Dua Garuda Bertempur
Mengimbangi lawan dengan
formasi yang sama adalah didasarkan pada strategi mengadu ketika
kekuatan berimbang. Pada suatu ketika pihak Pandawa menggunakan gelar
perang sama mengimbangi Kurawa yang menggunakan Garuda Nglayang.
Nampak pada pertempuran hari kedua ini, kekuatan Pandawa bertumpu
pada Arjuna dan Bimasena. Sedangkan kepala burung adalah Prabu
Drupada. Sedangkan pihak Astina juga menggunakan formasi Garuda
Nglayang dengan kepala adalah Prabu Salya. Patih Arya Sengkuni
sebagai kepala burung dan Resi Bisma sayap kanan serta Resi Durna
sayap kiri. Formasi pasukan Pandawa serta semangat kedua pucuk
pimpinan tersebut berhasil mengacaukan Kurawa. Beberapa saudara
Kurawa adik Prabu Duryudana berhasil ditewaskan Bimasena dan
Gatotkaca. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Pandawa yang
memiliki pasukan jauh lebih kecil.
-
Tombak Menghentikan Roda
Pasukan Kurawa menggunakan
gelar perang Cakrabyuha yang menakutkan dan nyaris tidak tertembus
oleh pasukan Pandawa yang menggunakan gelar perang Brajalinungid.
Abimanyu sebagai ujung tombak berfungsi menembus pasukan lawan
terpancing oleh keinginan untuk menembus benteng Cakrabyuha.
Akibatnya Abimanyu menerobos masuk merangsek pasukan Kurawa. Siasat
Abimanyu berhasil memporakporandakan pasukan Kurawa namun fatal
baginya. Abimanyu tidak bisa keluar dari kepungan dan akhirnya tewas
dikeroyok Kurawa yang dipimpin oleh Jayadrata dan Burisrawa.