EPILOG
Memenangkan Tanpa
Mengalahkan
Oleh :
SUDARMAWAN JUWONO
Strategi Lainnya : Kearifan Strategi Dalam Bharatayudha
"Sugih
tanpa Banda Nglurug tanpa bala, Menang tanpa ngasorake"
-(RM
Sosrokartono)-
Dari berbagai strategi yang dikembangkan dalam mencapai kemenangan dan
mengatasi keterbatasan sumber daya. Cara mengembangkan kekuatan, mengatur
pasukan hingga tipuan dilakukan untuk mencapai kemenangan. Hal ini membuat
memahami Bharata Yudha tidak bisa dilakukan dalam perspektif hitam putih atau
hanya kebaikan dan kejahatan saja. Tokoh-tokoh dalam Bharata Yudha tidak pernah
ditampilkan hitam putih, semuanya harus dipahami dalam konteks masing-masing.
Suatu penilaian harus melibatkan semua akar persoalan dan kondisi yang tengah
dialami. Hal ini membuat Bharata Yudha mampu hidup sebagai gambaran yang terus
menerus menginspirasi manusia dari abad keabad selama ratusan tahun. Dari berbagai uraian dan ilustrasi
menunjukkan bahwa Bharata Yudha adalah arena adu strategi para pemimpin yang
dikembangkan berdasarkan pengetahuan dan nilai-nilai yang mendasarinya.
Pemilihan strategi ini didasarkan pada asumsi bahwa kecerdikan, kecepatan dan
penempatan energi bisa mengalahkan pihak yang memiliki kekuatan pasukan lebih
besar namun kalah cerdas dalam mengatur posisi. Peperangan tidak hanya
memerlukan kombinasi orang yang berani mengambil risiko (risk taker) dan berpikir kalkulatif (rasional) namun juga berpikir
intuitif dan mengendalikan emosi.
Rahasia Strategi
Strategi adalah jantung dari manajemen. Seperti
halnya manajemen maka mengatur strategi merupakan kombinasi antara intuisi maupun
pengetahuan untuk melakukan suatu tindakan sehingga hasilnya tepat. Selain
perhitungan yang bersifat kuantitatif maka faktor yang sangat penting harus
dikembangkan adalah intuisi. Melalui intuisi keterbatasan informasi dan membaca
situasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan dapat diatasi. Intuisi yang
tepat adalah seperti keputusan Arjuna bersumpah hendak bunuh diri jika tidak
bisa membunuh Jayadrata. Arjuna mengetahui bahwa dalam mencapai keinginan
tersebut tidak mungkin dilaksanakan sendirian namun diperlukan peran orang
lain. Melalui keputusan yang sepintas seperti orang yang putus asa, Arjuna
dengan cerdas memaksa orang lain untuk membantu dirinya.
Prinsip untuk menentukan secara cepat dan tepat.
Bilamana tidak dapat dilakukan pengambilan keputusan secara cepat akan
merugikan karena menyebabkan situasi berbalik. Peperangan mengajarkan bagaimana
seseorang mampu memahami dimensi waktu dan situasi yang sangat ekstrim atau
terbatas. Keandalan dalam memahami situasi merupakan kunci utama dalam kemenangan.
Prinsip ini mengajarkan bahwa pengambilan keputusan secara cepat dan tepat
tidak boleh dilakukan secara gegabah.
Merancang strategi adalah menyusun suatu
perencanaan dalam kelaziman maupun di luar kelaziman. Cara berpikir strategi
dapat dilihat dari skema di bawah ini.
Etis
|
Tidak Etis
|
|
Rasionalitas
|
Kuadran 1
Perang akal – rasional
|
Kuadran 3
Menipu atau membodohi
|
Irasionalitas
|
Kuadran 2
Tidak lazim –rasional
|
Kuadran 4
Curang
|
Sumbangan apa gerangan yang diberikan oleh Bharata
Yudha. Bagaimana dengan manajemen yang
berhubungan dengan eksistensi dan tujuan manusia ? Manajemen adalah cara
memandang manusia yang mencakup tujuan hidup, keinginan, kebutuhan dan cara
mencapainya secara optimum dengan dilandasi nilai-nilainya. Dengan demikian
tujuan manajemen untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien sebenarnya telah
membuat manusia terperangkap pada tujuan yang materialistis. Melalui Bharata
Yudha kita belajar mengenai strategi manajemen yang didasarkan berbagai
pandangan maupun nilai-nilai manusia sebagai pelakunya. Pada manajemen ini
suatu proses ” experience ” adalah sepenting dari tujuannya. Dalam kehidupan
sehari-hari prinsip prinsip seperti halnya formasi pasukan secara tidak sadar
diterapkan. Manajemen memerlukan strategi atau siasat terutama dalam mengatur
sumber daya yang terbatas guna mengalahkan lawan. Dalam peperangan pengaturan
strategi merupakan upaya mengatur ” posisi ” sehingga didapatkan kedudukan yang
menguntungkan. Semua membutuhkan strategi dalam mencapai tujuannya baik itu jenderal
di medan perang, politikus, usahawan, artis maupun mahasiswa.
Bukan Kompetisi Melainkan Pencapaian Tujuan
Sepintas kita melihat bahwa Bharata Yudha merupakan suatu kompetisi
atau persaingan. Namun dari berbagai uraian ternyata disimpulkan bukan merupakan
kompetisi namun suatu cara untuk mencapai keseimbangan. Prinsip mencapai
keseimbangan sebenarnya merupakan hukum alam. Alam tidak mengenal adanya
persaingan melainkan upaya menegakkan keseimbangan. Dengan demikian bila
berdasar paradigma kompetisi akan timbul keinginan untuk mengalahkan maka yang
timbul adalah win and lose. Sedangkan berdasarkan paradigm keseimbangan maka
yang timbul adalah kemenangan bersama. Meskipun kemenangan bersama tidak
menjadi akhir dalam Bharata Yudha namun spirit tersebut sebenarnya telah
ditiupkan sejak awal.
Memenangkan Tanpa Mengalahkan
Strategi adalah ilmu mengenai memenangkan. Dalam bahasan manajemen yang
selama ini kita kenal konsep kemenangan selalu dikonfrontasikan dengan
kekalahan. Kemenangan adalah identik dengan mengalahkan. Clausewitz mengatakan
bahwa strategi adalah memenangkan peperangan atau dengan kata lain adalah cara
mengalahkan lawan. Sedangkan Tsun Tzu selangkah lebih maju dengan mengatakan
bahwa strategi yang baik adalah mengalahkan tanpa melakukan peperangan. Namun
kedua pandangan ini masih terpaku pada kemenangan dan kekalahan. Melalui
Bharata Yudha kita belajar mengenai kemenangan tanpa mengalahkan seperti dalam
ungkapan yang diajarkan RM Sosrokartono yaitu “ menang tanpa ngasorake “.
Apa beda mengalahkan dengan memenangkan ? Sifat kemenangan adalah
tujuan semua pihak maka tidak mengherankan bila dikatakan win-win solution. Sedangkan mengalahkan terkandung di dalamnya ada
pihak yang direndahkan karena kalah atau tidak menang. Apakah suatu
penyelesaian konflik harus selalu berakhir pada salah satu pihak yang kalah ?
Penyelesaian konflik dapat dicapai dengan cara memenuhi target atau kebutuhan
masing sekalipun tidak semuanya terpenuhi. Pada situasi ini terdapat negosiasi
hingga kompromi yang dimulai sikap saling menghargai. Dengan demikian
mengalahkan dan memenangkan adalah hal yang berbeda. Dengan demikian sebenarnya
inti kemenangan adalah suatu tindakan tanpa harus mengalahkan. Ajaran ini lebih
penting dan tinggi maknanya daripada menang tanpa pertempuran.
Membahas hal tersebut tidak terlepas dari 6 (enam) prinsip yaitu
prinsip apa yang hendak dicapai (target), pengenalan siapa diri kita, siapa
lawan kita, apa yang menjadi prinsip atau platform, implementasi praktis dan
evaluasi atas hasil yang telah dicapai sebagai suatu siklus. Berbicara mengenai
ke enam prinsip tersebut adalah suatu experience
(laku) dan wisdom (makrifat).
Ajaran yang terkandung didalamnya menjelaskan betapa pentingnya prinsip dan
falsafah dalam menyelesaikan suatu masalah.
Bagaimana aplikasi strategi ini dalam bisnis ? Dalam bisnis sebenarnya
strategi ini justru lebih nyata karena pemecahan yang bersifat kompromistis
lebih diutamakan dibandingkan dengan pemecahan yang mengakibatkan salah satu
pihak tersingkir. Penerapan strategi ini dapat dilihat dari segmen
masing-masing pihak.
Sangkan Paraning Dumadi : Asal Segala Tujuan
Kesimpulan berikutnya adalah tujuan manajemen yang hakiki yaitu pada
pengabdian kepada Tuhan. Kisah Bharata Yudha sarat dengan nilai-nilai ketuhanan
dan kemanusiaan, keduanya tidak pernah dipertentangkan. Seperti ungkapan bijak
“ barang siapa ingin mengenali Tuhannya, hendaklah mengenali dirinya sendiri “.
Namun perlu diingat mengenali dirinya sendiri tidak berarti mengenali seluruh
pengetahuan mengenai Tuhan itu sendiri.
Keterbatasan kemanusiaan manusia membuat dirinya terbatas untuk memasuki
kebenaran yang sesungguhnya. Hal ini tergambar dari keragu-raguan Arjuna saat
hendak memulai perang merupakan keraguan raguan seorang anak manusia. Prabu
Kresna memberikan ajaran mengenai wawasan ketuhanan sebagai tujuan kehidupan
yang sebenarnya. Prinsip ini mengajak Arjuna untuk berpikir “ out of box “ seperti memecahkan
tempurung agar sang katak mampu melihat dunia. Bagaimana caranya, pertama
adalah mencari tahu tujuan kehidupan ini sebenarnya bagi manusia.
Dalam pandangan Jawa, kearifan ini diajarkan dalam konsep sangkan paraning dumadi. Bahwa manusia
diciptakan Tuhan dalam kerangka pengabdian kepadanya. Bentuk penyembahannya
mencakup cipta, rasa dan karsa. Berbeda
dengan tujuan manajemen yang semata-mata bertujuan mendapatkan hasil optimal
dengan cara yang efisien dan efektif maka manajemen dalam kerangka ini telah
melangkah lebih jauh. Manajemen adalah kerangka tindakan untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki Tuhan. Jejak pemikiran ini sebenarnya dapat dilacak dalam pemikiran
Protestantisme menurut Weber bahwa tujuan hidup adalah untuk mengabdi pada
Tuhan. Atau prinsip dalam syariah Islam bahwa hidup itu untuk mengabdi pada
Tuhan. Demikian pula dalam ajaran Tao bahwa perbuatan harus selaras dengan
hukum keteraturan alam. Namun demikian pemikiran dasar ini kemudian melenceng
karena kemerdekaan manusia yang telah melampaui batas-batasnya.
Manunggaling Kawula lan Gusti
Prinsip manunggaling kawula dan gusti dalam
filosofi wayang Jawa sangat penting. Ajaran ini dalam konteks keagamaan
dianggap penyimpangan karena menganggap manusia dan Tuhan bisa menyatu. Kita
pisahkan filosofi ini dengan masalah religio-spiritual yang mungkin
kontroversial. Pada bahasan ini kita akan mengangkat dari sisi manajemen.
Pada prinsip ini terkandung beberapa ajaran mengenai
manajemen. Pertama, antara gusti (tuan) dan kawula (hamba) harus memiliki
kesatuan. Antara pikiran, perasaan dan tindakan harus menyatu. Pikiran dan
perasaan dapat dianggap sebagai tuan sedangkan tindakan adalah hamba. Tidak ada
tindakan yang dianggap berarti bila dilakukan tanpa pikiran dan perasaan. Kedua, dalam hubungan manusia antara tuan
yang menjadi atasan dan hamba yang menjadi bawahan sebenarnya memiliki hakikat sama. Prinsip ini
telah diterima baik dalam manajemen pemasaran modern. Bila dulu “ pelanggan
atau pembeli adalah raja “ sekarang bisa terbalik “ pembeli adalah pelayan “.
Kita melihat adanya self service menjadi keunggulan tersendiri bagi suatu
produk. Ketiga, sang tuan harus menghayati menjadi bawahan dan sebaliknya. Bila
tidak demikian maka akan timbul kesalah pengertian. Dalam cerita Petruk Dadi
Ratu (Petruk menjadi raja), ada pelajaran penting ketika sang hamba menjadi
seorang yang sangat berkuasa. Petruk pada mulanya bertindak bijaksana namun
kemudian menjadi ceroboh. Pemimpin memiliki kewajiban melayani rakyat,
kepemimpinan adalah amanah