MANAJEMEN STRATEGI
DALAM BHARATA YUDHA
Memenangkan Tanpa
Mengalahkan
Oleh :
SUDARMAWAN JUWONO
Damai Atau Perang
Strategi Lainnya : Kearifan Strategi Dalam Bharatayudha
Pelaksanaan perang harus memperhitungkan
segala risiko. Pemimpin yang baik akan memperhitungkan dengan baik keuntungan
serta kerugiannya. Prabu Kresna telah mendorong Pandawa untuk mengambil jalan
perang guna memperoleh keadilan. Sebaliknya Prabu Drestarata, Dewi Gendari,
Resi Bisma telah menasehati Prabu Duryudana agar menempuh jalan perdamaian.
Dalam mengambil keputusan harus
menghitung risiko sekalipun nampak rawan namun sebenarnya sudah dilakukan
berdasarkan perhitungan yang cermat. Seperti Resi Bisma berani menentang Cakra
milik Prabu Kresna karena tahu bahwa penasehat tidak mungkin membunuhnya.
Jalannya peperangan Bharata Yudha
dikendalikan oleh para pemimpin masing-masing baik dari kubu Pandawa maupun
Kurawa. Siapa yang sebenarnya membawa Pandawa dan Kurawa dalam kancah
peperangan Bharata Yudha ? Siapa yang menentukan perang ini atau damai
berlangsung ? Tiada lain adalah pemimpin. Prabu Puntadewa memutuskan mengikuti
nasehat Sang Kresna mengirimkan duta agung untuk menyelesaikan masalah antara
Pandawa dan Kurawa dengan damai. Sementara Prabu Duryudana dengan kukuh tetap
berpendirian bahwa tidak ada pembagian atau pemberian apapun pada Pandawa. Bagi
Kurawa perang adalah tidak dihindari. Sekalipun ada orang-orang Astina yang
tidak mengharapkan agar perang tidak pernah terjadi seperti Arya Widura, Prabu
Drestarata dan Dewi Gendari permaisurinya, Arya Widura, Dewi Kunti ibu para
Pandawa, Resi Bisma, Resi Durna tidak terkecuali semua Pandawa. Namun Duryudana
tetap tidak bergeming bahwa mereka tidak merelakan tanah sejengkal penguasaan
Astina diberikan pada Pandawa. Hal ini menunjukkan bahwa para pemimpin merupakan penentu kebahagiaan atau
sebaliknya kehancuran rakyatnya
Sebelumnya sang Yudistira atau Prabu Puntadewa
memandang perang identik dengan
penderitaan. Pertama, biaya dan pengorbanan untuk melakukan peperangan
sangat besar. Sebab Pandawa harus menyiapkan senjata, kereta perang, makan
untuk gajah-gajah dan kuda, menyantuni para isteri prajurit dan mempersiapkan
perebekalan. Kedua, keuntungan perang bagi bangsa sangat minim sebaliknya
menyebabkan penderitaan, dendam dan kebencian. Penderitaan terutama dirasakan
oleh rakyat yang menjadi prajurit, kemungkinan besar mereka akan kehilangan
orang tua, anak dan sanak kerabat mereka atau menderita cacat. Dengan demikian
menurut Prabu Puntadewa maka peperangan sebaiknya dihindari dan sedapat mungkin
tujuan dicapai dengan jalan perdamaian di mana semua pihak menerima berdasar
kesepakatan.
Dari pemikiran tersebut maka Pandawa berunding
serta meminta nasehat Prabu Kresna sebagai cendekiawan dan negarawan sejati.
Keputusan yang diambil adalah Pandawa segera mengutus Prabu Kresna sebagai duta
agung negari Amarta. Prabu Kresna menggunakan kereta perang yang melambangkan
kehormatan dan harga diri. Kedatangan sang duta bukan untuk meminta belas
kasihan pada Kurawa yang telah mengingkari hak-hak Pandawa. Konon kepergian
Prabu Kresna didampingi para dewa yang dapat disimbolkan sebagai duta adalah
membawa perdamaian dan pulang membawa keputusan kesepakatan.